
Latar Belakang
Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Keputusan ini menyangkut ketentuan bahwa anggota Polri harus mengundurkan diri jika menjabat di luar institusi Polri. Namun, putusan MK yang dianggap ambigu oleh pakar hukum menjadi sorotan publik.
Fakta Penting
Dosen Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Tongat, menilai putusan MK menimbulkan ketidakjelasan baru dalam pengaturan posisi anggota Polri di luar kepolisian. “Putusan ini tidak jelas dan bersifat ambigu karena hanya menghapus frasa tertentu tanpa mempertegas ketentuan substantif yang seharusnya dirumuskan ulang,” ujar Tongat.
Tongat juga menambahkan bahwa penghapusan frasa dalam Pasal 28 ayat (3) justru memberikan ruang tafsir yang membingungkan. Hal ini pun memicu polemik di tengah masyarakat, mengundang pertanyaan tentang dampak sosial dan politik dari keputusan MK.
Dampak
Putusan MK yang dianggap ambigu ini tidak hanya mempengaruhi anggota Polri yang menjabat di luar institusi, namun juga menimbulkan ketidakpastian hukum yang lebih luas. Sebagai akademisi, Tongat menekankan pentingnya revisi lebih lanjut terkait ketentuan yang dirumuskan ulang untuk menghindari interpretasi yang bermacam-macam.
Penutup
Keputusan MK yang menimbulkan ambiguitas ini menjadi catatan penting bagi pihak legislatif untuk merevisi undang-undang yang relevan. Dengan demikian, ketidakjelasan hukum yang saat ini muncul dapat diminimalisir, memastikan stabilitas institusi Polri dan kepastian hukum bagi masyarakat.












